MASIH PERLUKAH MENWA?
Kampus sebagai tempat menimba ilmu bagi para pemuda kalangan terpelajar. Saat ini telah muncul trend bahwa kampus bukan hanya tempat untuk mengembangkan potensi dalam bidang akademik (hard skill) namun juga dalam bentuk keterampilan (soft skill).
Dalam menunjang hal tersebut, umumnya kampus memiliki unit kegiatan
tambahan (ekstrakulikuler) yang ditujukan untuk mengembangkan sisi
keterampilan pada mahasiswa-mahasiswanya. Salah satu dari unit kegiatan
mahasiswa tersebut adalah Resimen Mahasiswa (Menwa).
Menwa yang telah berdiri sejak tahun 1959,
yang pada awal pembentukannya ditujukan untuk menjadi bala bantuan
cadangan Negara dalam keadaan perang, setelah TNI. Namun, saat ini telah
bertransformasi menjadi sebuah unit kegiatan mahasiswa yang berada di
bawah naungan universitas.
Menwa yang memiliki semboyan “Widya Castrena
Dharma Siddha” yang berarti penyempurnaan pengabdian dengan ilmu
pengetahuan dan ilmu keprajuritan. Menwa bisa dikatakan semimiliter,
mengadopsi nilai-nilai dalam militer yang sesuai dalam menjalankan
kegiatannya seperti kedisiplinan, komando, tanggung jawab. Tetapi
anggota Menwa sendiri tidak bisa disamakan dengan tentara, anggota Menwa
tetap hanya mahasiswa yang harus menngutamakan kepentingan akademiknya.
Nilai-nilai dalam militer inilah yang digunakan untuk menunjang
kegiatan akademik di kampus, sekaligus menumbuhkan rasa cinta pada
bangsa dan tanah air pada dirinya
Dapat diartikan bahwa kegiatan Menwa masih
sangat relevan untuk zaman sekarang ini. Mahasiswa yang memiliki
kemampuan intelektual yang tinggi ditunjang dengan jiwa cinta bangsa dan
tanah air, tentu dapat membuat suatu perubahan pada Inonesia ke arah
lebih baik di masa depan. Hal ini yang seharusnya dimiliki oleh seluruh
pemuda-pemudi Indonesia pada saat ini, yang salah satu caranya dapat
diikuti dengan menjadi anggota Menwa.
Pembentukan
Resimen Mahasiswa pada tahun 1965 dilatarbelakangi oleh keinginan para
pemuda untuk berkontribusi bagi Bangsa Indonesia. Tahun 1962, Indonesia
memiliki misi membebaskan Irian Barat disamping adanya konflik dengan
Malaysia. Lalu apa yang bisa para pemuda lakukan? Menwa menjawab itu.
Menwa saat ini
Prinsip Resimen Mahasiswa adalah Widya Castrena Dharma Siddha
(Penyempurnaan Pengabdian dengan Ilmu Pengetahuan dan Ilmu
Keprajuritan). Ilmu keprajuritan (militeris) bukan hanya melulu tentang
bela diri, push-up, sit-up, dan kegiatan fisik
lainnya. Tak bisa dipungkiri pengkaderan anggota dengan cara militer
masih menjadi pilihan yang terbaik. Kenapa? Nilai-nilai seperti rasa
setia kawan, bagaimana mematuhi perintah, bagaimana memimpin dan memberi
perintah ditanamkan secara kuat disini. Sikap respect, disiplin, dan mental yang kuat pun merupakan output yang secara otomatis terbentuk. Pertanyaannya, apakah sikap-sikap di atas sudah tidak dibutuhkan lagi?
Mengutip dari brosur publikasi Menwa ITB yang selalu diedarkan tiap tahun:
“Mahasiswa berdemo melawan tirani adalah mustahil dilakukan tanpa taktik, strategi, dan semangat militansi tinggi. Manajemen, kewaspadaan, kekompakan, kedisiplinan, penggalangan, hingga pendudukan dan penguasaan adalah bagian dari ilmu kemiliteran. Jadi, apa yang salah dari kemiliteran? Permasalahannya hanyalah siapa dan bagaimana kualitas moral pelaku militeris.”
Perlu diakui, belum semua satuan Resimen
Mahasiswa menerapkan prinsip-prinsip militerisme dengan benar, kami juga
prihatin dengan itu. Salah satu solusinya adalah kejelasan payung hukum
untuk Resimen Mahasiswa di Indonesia secara komperhensif agar pola
pembinaan menwa secara keseluruhan dapat dipertanggungjawabkan dengan
jelas. Bukan dengan jalan dibubarkan!
M. Reda G. PangestuKasie Teritorial Batalyon I/ITBNBP.0990.08.43141
Mira Permata Sari
Kepala Sekretariat Batalyon I/ITB
NBP.0990.08.43139
Kepala Sekretariat Batalyon I/ITB
NBP.0990.08.43139